Loading Flipbook...
MATERI 2
Gereja DAN LINGKUNGAN HIDUP
1.Persiapan
Rencana Kerja Operasioanal Bulan : …….
Profil Penyuluh :
A.
Penyuluh.
1. Nama
2. Pendidikan
3. Jabatan
4. Unit Kerja
.
No.
B. Kelompok Binaan
1. Klasifikasi
2. Jenis
3. Usia
4. Alamat
: ……………………
: ……………………..
: Penyuluh Agama Kristen Non PNS
: …………………….
Hari/Tgl/Bulan
Tujuan
Pokok Materi
Metode
Kel.Binaan
: ………………….
: …………………..
: …………………..
: ………………….
Waktu
Mengetahui
Kepala Seksi Bimas Kristen
Penyuluh Agama Kristen Non PNS
…………………………………
……………………………………
NIP…………………………….
1
Keterangan
Kompetensi Inti : Memahami dan mempraktikkan tugas dan tanggung jawab orang
Kristen terhadap alam dan lingkungan hidup.
Kompetensi Dasar :
1. Memahami hakikat alam dan lingkungan hidup sebagai ciptaan Allah,
menganalisis berbagai bentuk kerusakan alam yang disebabkan oleh
keserakahan dan kelalaian manusia.
2. menganalisis berbagai bentuk kerusakan alam yang disebabkan oleh
keserakahan dan kelalaian manusia
3. Mewujudkan Tindakan yang berpihak pada pemeliharaan dan kelestraian alam
Ciptaan Allah serta bertanggung-jawabmenghadapi bencana alam, sehingga
tercipta suatu kelestarian dan kesinambungan hidup bersama
Indikator :
1. Peserta didik dapat memahami pandanngan Alkitab tentang lingkungan hidup
2. Peserts didik dapat Menunjukkan tanggung jawab manusia atas kelestarian alam
dan lingkungan hidup, serta berperan untuk melestarikan alam dan lingkungan
hidup
3. Pesrta didik dapat Menunjukkan peran gereja dalam menggumuli kerusakan
lingkungan
Tujuan Pembelajaran :
1. Menjelaskan pandangan Alkitab tentang lingkungan hidup
2. Menunjukkan tanggung jawab manusia atas kelestarian alam dan lingkungan
hidup, serta berperan untuk melestarikan alam dan lingkungan hidup
3. Menunjukkan peran gereja dalam menggumuli kerusakan lingkungan
Media
Sumber
Bahan
Evaluasi
:
:
:
:
1. Jelaskan pandangan Alkitab tentang lingkungan hidup
2. Tunjukkan tanggung jawab manusia atas kelestarian alam dan lingkungan
3. Tunjukkan peran gereja dalam menggumuli kerusakan lingkungan
2
GEREJA DAN LINGKUNGAN HIDUP
1.1
PENDAHULUAN
Tidak dapat dipungkiri, pemanfaatan sumber daya alam dan eksploitasi
yang berlebihan telah terus memaksa alam mengalami bencana
ekologis.
Bencana ekologis merupakan fenomena alam yang terjadi akibat adanya
perubahan tatanan ekologi yang mengalami ganguan atas beberapa faktor yang
saling mempengaruhi antara manusia, makluk hidup dan kondisi alam. Bencana
ekologis sering terjadi akibat akumulasi krisis ekologis yang disebabkan oleh
ketidakadilan dan gagalnya tata kelola alam yang mengakibatkan kolapsnya tata
kehidupan manusia. Beberapa contoh bencana ekologis, seperti perubahan iklim,
banjir bandang, limbah, banjir, musim kemarau, dll.
Dewasa ini bencana ekologis seperti banjir bandang, badai panas,
pencemaran
air,
tanah,
dan
udara,
kekeringan,
dll.,
sudah
semakin
mengkhawtirkan dibandingkan dengan bencana geologis seperti gempa bumi,
gunung meletus dan tsunami. Hal ini didasarkan pada data BNPB untuk tahun
2002-2009. Bencana ekologis (atau dalam bahasa sehari-hari sering disebut
dengan kerusakan lingkungan) ini bukan hanya sekadar wacana global saja, tetapi
telah menjadi realitas hidup kita saat ini. Kita hidup di tengah-tengah bumi yang
memanas.
Gambar 1. Bencana Alam Banjir
Jika dicari akar permasalahnya, bencana ini terkait erat dengan pola prilaku,
konsumsi dan gaya hidup yang tidak ramah lingkungan. Tentunya ada juga faktor
kebijakan dan lemahnya penegakan hukum atas oknum perusak lingkungan, serta
eksploitasi alam yang berlebihan. Mengenai hal ini para pelaku bisnis dan
pengambil kebijakan selalu dianggap menjadi aktor utama penyebab bencana
ekologis. Namun, secara langsung atau tidak setiap orang (termasuk warga
gereja) sebenarnya telah ikut menjadi aktor perusak lingkungan. Oleh karena
bencana ini merupakan ulah manusia, maka manusia memiliki tanggung jawab
bersama untuk menghentikan dan memastikan bahwa bumi sumber kehidupan
1|Gereja dan Lingkungan Hidup
3
tetap ada dan tidak hancur.
Sebagai pihak yang diberikan mandat untuk menjaga dan memelihara bumi
dengan segala isinya, maka orang Kristen seharusnya berperan dalam menekan
laju krisis ekologis dimulai dari rumah dan lingkungan dimana gereja berada.
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah apakah yang menjadi dasar teologis
kekristenan untuk melaksanakan tanggung jawabnya ini? Bagaimanakah gereja
dapat terlibat langsung di dalam menjaga keutuhan ciptaan? Tindakan-tindakan
nyata apa sajakah yang gereja dapat lakukan untuk merespon kerusakan
lingkungan?
1.2
Pemahaman Teologi
Di dalam literatur-literatur “teologi lingkungan” atau eko-teologi sebenarnya
telah banyak disinggung apa yang menjadi dasar teologis gereja di dalam
melakukan tugas dan tangung jawabnya menjaga keutuhan ciptaan. Bahkan
beberapa kali sidang raya yang membahas secara khusus mengenai tema
keadilan dan keutuhan ciptaan. Namun mengapa gereja-gereja di Indonesia belum
sepenuhnya menyadari, merespon, dan melaksanakan secara-secara sungguhsungguh apa yang menjadi tugas panggilannya tersebut? Tidaklah mudah untuk
dijawab. Bagian ini akan sedikit mengulas apa yang menjadi dasar teologis tugas
dan tanggung jawab gereja di dalam menjaga keutuhan ciptaan.
Lynn White seorang spesialis di bidang teknologi pada 1970-an mengatakan
bahwa akar dari krisis ekologis adalah pemahaman orang Kristen mengenai tugas
“menguasai” dalam Kejadian 1-2 yang ditafsirkan menjadi penugasan /
pengeksploitasian. Beberapa ahli meragukan tesis ini sebab sebenarnya
penafsiran yang antroposentris terhadap teks tersebut telah berjalan sebelum
permulaan krisis ekologis (Drummond 1999, 20). Akan tetapi harus diakui bahwa
kritik Lynn ini perlu menjadi pertimbangan para penafsir teks Alkitab di dalam
membangun teologi berperspektif ekologis.
1.2.1 Dosa Manusia dalam Kerusakan Lingkungan
Harus diakui bahwa sebagian besar manusia turut beperan
dalam
perusakan lingkungan. Kepercayaan yang diberikan Allah kepada manusia untuk
mengusahakan dan memelihara alam ciptaan, dilaksanakan secara lalim untuk
memenuhi kerakusan dan keserakahan manusia. Kerakusan dan keserakahan itu
bersumber dari dosa. Oleh karena itu menurut Stott, akar kerusakan lingkungan
terletak juga dalam kerakusan manusia dan kesombongannya yang nyata dari
penyalahgunaan kekuasaannya (Borrong 1999, 246). Akibatnya manusia tidak lagi
mampu menguasai alam dalam arti menggunakan dan memanfaatkannya secara
benar tetapi telah menjelma menjadi pengusaan yang mengeksploitasi bagi
2|Gereja dan Lingkungan Hidup
kepentingan keserakahan pribadinya.
Selain itu, menurut Haskar masalah utama kerusakan lingkungan di Indonesia
disebabkan oleh manusia yang terlibat dalam proses pengelolaan dan
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan lingkungan belum mengalami
rekonsiliasi dengan Allah setelah jatuh ke dalam dosa. Karena “upah dosa adalah
maut” (Roma 6: 23), maka kerusakan lingkungan dan pemanasan global adalah
buah yang pantas untuk dituai manusia bila pengelolaan lingkungan diserahkan
kepada manusia yang belum berdamai dengan Allah dan tidak mengetahui
maksud penciptaan Allah (Haskar 2011, 145).
Gambar 2. Penyebab Pemanasan Global
Dari perspektif Kristen perlakuan destruktif-eksploitatif manusia terhadap
lingkungan bersumber dari kegagalan manusia memenuhi tugas panggilannya
karena manusia jatuh ke dalam dosa, yaitu memberontak melawan Allah yang
didorong oleh ambisi dan kerakusannya akan kuasa dan kemewahan. Dengan
sikap yang sama, umat manusia sepanjang sejarah memperlakukan alam untuk
tujuan memenuhi tuntutan ambisi dan keserakahannya. Dengan demikian,
‘kerusakan alam bersumber dari kerusakan manusia’. Pencemaran terhadap
lingkungan hidup berakar dalam kecemaran hati manusia. Polusi terhadap alam
berakar dalam polusi moral dan spiritual pada diri manusia, yaitu pemberontakan
terhadap Allah. Pemberontakan, keserakahan dan kesombongan itulah dosa
manusia. Dosa itu yang telah menyebabkan pencemaran, polusi moral dan
spiritual yang disebut sebagai kerusakan hati manusia atau kerusakan imago dei
(Borrong 1999, 247).
Kerusakan Lingkungan (pencemaran limbah dan kekeringan)
Pencemaran terhadap lingkungan seperti pencemaran limbah yang dibuang
secara sembarangan memang tidak secara langsung menunjukkan
sikap
sombong dan serakah dari manusia. Pencemaran limbah lebih cenderung
menggambarkan sikap tidak peduli manusia terhadap lingkungannya. Namun,
harus diakui bahwa sikap tidak peduli atau acuh tak acuh terhadap kebersihan dan
3|Gereja dan Lingkungan Hidup
keharmonisan lingkungan menunjukkan tiadanya muatan moral dalam hubungan
manusia dengan lingkungannya. Hal itu berakar dalam prasangka manusia bahwa
alam atau lingkungan merupakan obyek yang dapat diperlakukan manusi
sekehendak hatinya (Borrong 199, 248).
Gambar 3. Pencemaran limbah industri
1.2.2
Peran Gereja dalam Menggumuli Kerusakan Lingkungan
Gereja selaku persekutuan orang percaya tidak hanya bertanggung- jawab
untuk mewujudkan persekutuan di antara sesama gereja dan sesama manusia,
tetapi juga dengan lingkungan dan sesama ciptaan. Konsep kesatuan atau
keesaan gereja yang disebut “oikumenis” yang menunjuk pada hubungan antar
denominasi gereja berasal dari akar kata Yunani oikos, yang sebenarnya berarti
juga dunia yang didiami. Dalam konteks globalisasi kerusakan ekologis, gereja
perlu memahami kembali makna kesatuannya dengan seluruh ciptaan. Menurut
Ted Petter, sebagaimana dikutip Borrong, tujuan oikumene tidak bisa lagi terbatas
pada usaha penyatuan denominasi gereja atau menciptakan hubungan yang
harmonis di antara orang Kristen, tetapi harus menjangkau wawasan yang lebih
luas sesuai dengan arti dan makna yang terkandung dalam kata “oikumene”, yakni
usaha bersama untuk menjadikan dunia yang kita diami layak untuk didiami
(Borrong 1999, 255-256). Hal inilah yang menjadi dasar kemutlakan gereja
berpartisipasi aktif dalam usaha pemeliharaan lingkungan hidup baik dalam
rangka memahami hakikatnya maupun melaksanakan misinya.
Etimologi gereja di dalam Perjanjian Baru diterjemahkan dari kata Yunani ekklesia
yang berarti “orang-orang terpanggil”, yang mengandung makna bahwa gereja
berada oleh karena ia mengemban tugas. Ia dipanggil untuk melanjutkan misi
pendamaian Allah mewujudkan tanda- tanda kerajaan Allah yaitu shalom di bumi.
Gereja tidak dapat mengingkari atau menolak tugas panggilannya untuk ikut serta
secara aktif dalam memelihara lingkungan alam sebagai pengejawantahan
imannya kepada Allah sang pencipta dan penebus.
Lebih lanjut menurut Ted Petter yang menjadi pusat perhatian gereja adalah
kerajaan Allah, dan cara menujukkan perhatian tersebut ialah melalui
4|Gereja dan Lingkungan Hidup